Balsem dan 5 Bungkus Mi Instan - ‘Tekanan’ Mendagri Gamawan Fauzi agar seluruh kepala daerah ikut menyalurkan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tidak menyurutkan penolakan Wali Kota Solo, Jateng, FX Hadi Rudyatmo.
Menurut dia, BLSM hanya sarana untuk meredam sesaat gejolak setelah kenaikan harga BBM. "Jangka panjangnya tidak akan meningkatkan kesejahteraan rakyat," tegas dia, kemarin.
Hadi juga mengatakan uang BLSM sebesar Rp 150 ribu yang diberikan selama empat bulan tidak sebanding dengan harga kebutuhan pokok yang mulai melambung. Masyarakat miskin tetap saja kesulitan membeli kebutuhan pokok.
"Ini rumusan yang salah. Seharusnya, pemerintah berupaya meningkatkan daya beli masyarakat," kata pengganti Joko Widodo (Jokowi) ini.
Kemarin, Gamawan kembali memberi peringatan bagi kepala daerah agar mendukung penyaluran BLSM. "Kepala daerah itu wakil pemerintah pusat di daerah. Dia, sudah masuk ke sistem pemerintahan, maka menjadi milik semua orang, bukan partai yang mengusung. Apabila penolakan itu secara pribadi, ya silakan saja. Tetapi sebagai kepala daerah tidak bisa," tegas dia.
Menurut dia, penolakan justru akan merugikan masyarakat, terutama calon penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Distribusi penyaluran akan terganggu. "Apakah rakyatnya yang berhak menerima setuju untuk tidak menerima? Kan, tidak mungkin," kata Gamawan.
Saat ini pemerintah sudah memastikan akan menaikkan harga BBM. Apalagi sidang paripurna DPR, sudah menyepakati APBN-P 2013. Dalam anggarannya, APBN-P mengakomodasi anggaran untuk kompensasi kenaikan BBM. Pemerintah rencananya mengucurkan Rp 150 per bulan per keluarga miskin selama empat bulan, untuk 15,5 juta keluarga.
Terkait besaran BLSM, pengamat Ekonomi Hendri Saparini mengaku heran. "Itu perhitungannya bagaimana? Harga barang dan jasa di daerah itu berbeda-beda. Jika di Jawa, sebesar Rp 150 ribu bisa membeli sejumlah kebutuhan pokok, lain di Papua. Dia sana mungkin hanya cukup untuk membeli lima bungkus mi instan. Ini kok perhitunganya disamakan dari Sabang sampai Merauke," kata dia
Hendri juga mempertanyakan hitungan inflasi BPS (Badan Pusat Statistik) yang dipakai sebagai acuan besaran BLSM. "Kalau perhitungan inflasi lima persen yang dipakai BPS itu salah besar apalagi kalau ini sasarannya orang miskin sebab inflasi orang miskin itu dua atau tiga kali lipat inflasi rata-rata, “ ujarnya.
Menurut dia, BLSM ini sekadar sedekah bagi orang miskin yang disebut pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. "Tapi sedekah BLSM Ini tidak membantu . Apakah setelah empat bulan, masyarakat bisa mengompensasi diri sendiri. Apakah setelah empat bulan itu harga barang akan turun?" kata Hendri.
This article originally appeared in : BLSM Cuma untuk 5 Mi Instan
No comments:
Post a Comment