Presiden Joko Widodo membentuk tim independen guna mencari solusi kisruh yang sedang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan kepolisian. "Kami diminta memberikan masukan terkait dengan masalah dan hubungan antara KPK dan Polri, termasuk juga personel Polri dan KPK yang menghadapi proses hukum. Kami diundang atas pribadi," ujar salah satu anggota tim, Jimly Asshidique, di Istana Merdeka, Ahad malam, 25 Januari 2015.
Tim ini beranggotakan tujuh orang, yakni Ketua Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu Jimly Asshidique; mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Oegroseno; pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar; pengamat hukum internasional, Hikmahanto Juwana; mantan Ketua KPK Erri Riyana; mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan; dan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, yang malam itu tak hadir.
Tim ini beranggotakan tujuh orang, yakni Ketua Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu Jimly Asshidique; mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Oegroseno; pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar; pengamat hukum internasional, Hikmahanto Juwana; mantan Ketua KPK Erri Riyana; mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan; dan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, yang malam itu tak hadir.
Tidak disebutkan apakah tim akan mengkaji secara mendalam kasus menyuruh saksi memberikan keterangan palsu yang dituduhkan kepada Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Yang jelas, sejumlah kalangan menilai kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang Mahkamah Konstitusi pada 2010 itu sarat akan kejanggalan.
Di antaranya berikut ini:
Suasana jumpa pers yang digelar oleh Presiden Joko Widodo terkait kisruh
KPK-Polri di Istana Merdeka, Jakarta, 25 Januari 2015. TEMPO/Subekti
1. Dua Versi Tanggal Laporan Pengaduan
Pihak kepolisian menyebutkan pelapor kasus itu atas nama anggota DPR dari PDI Perjuangan yang juga calon Bupati Kotawaringin Barat yang kalah di MK, Sugianto Sabran, dibuat pada 15 Januari 2015. Saat ke kantor Bareskrim, Jumat, 23 Januari 2015, Sugianto menunjukkan surat laporannya diteken pada 19 Januari 2015.2. Cepatnya Proses Penyidikan
Penyidik kepolisian hanya butuh waktu tak sampai sepekan untuk meningkatkan kasus itu ke penyidikan, 22 Januari lalu. Padahal saksi kunci kasus itu, Ratna Mutiara, yang dituduh memberi keterangan palsu, tak pernah diperiksa.3. Kejaksaan Belum Terima SPDP
Kejaksaan Agung belum menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus itu. Padahal Pasal 109 ayat (1) KUHAP mewajibkan soal SPDP ini.4. Penangkapan Janggal
Pasal 18 KUHAP menyebutkan penangkapan dilakukan dengan memperlihatkan surat yang mencantumkan, misalnya, uraian singkat perkara kejahatan, termasuk tempat pemeriksaan sebelumnya. Bambang sebelumnya tak pernah diperiksa.5. Tuduhan Tidak Jelas
Pasal yang disangkakan kepada Bambang adalah Pasal 242 KUHP tanpa ayat dan Pasal 55, juga tanpa ayat. Kepada Tempo, sejumlah ahli hukum mengatakan pelaku pidana kesaksian palsu bertanggung jawab penuh atas perbuatannya sendiri. Pasal 174 KUHAP juga menyebutkan hanya hakim yang bisa menilai tindak pidana pemberian keterangan palsu.6. Saksi Kunci Membantah
Kepada Tempo, Ratna Mutiara, satu-satunya saksi dari 68 saksi di MK terkait dengan kasus tersebut yang dihukum 5 bulan atas kasus keterangan palsu, membantah memberikan keterangan palsu atas arahan Bambang. Dia juga tak pernah bertemu dengan Bambang di luar sidang.7. Konflik Kepentingan
Kasus Bambang ditangani Direktorat Pidana Umum di bawah pimpinan Herry Prastowo, saksi kasus Budi Gunawan yang ditangani KPK. Dalam pemanggilan pekan lalu, Herry mangkir. Menurut laporan majalah Tempo edisi 19 Januari 2015, Herry tercatat sebagai salah satu pihak yang pernah menyetor duit ke rekening Budi.This article originally appeared in : Jokowi Bikin Tim, Ada 7 Keanehan Kasus Bambang KPK | Tempo.co | Senin, 26 Januari 2015 | 06:53 WIB
No comments:
Post a Comment