Kriminalisasi di Bekasi: Jejak Gelap, Pertarungan Ruang, dan Harapan yang Tidak Boleh Padam

Bekasi, Kota ini selalu berjalan di dua sisi: satu kakinya menapak pada mimpi modernitas, satu lagi bergulat dengan realitas yang tidak selalu manis. Di simpang-simpang jalan yang penuh debu industri, di sudut-sudut perkampungan yang bersetia pada tanah warisan leluhur, di kawasan pabrik yang tidak pernah tidur — Bekasi menyimpan cerita-cerita yang tidak pernah masuk kalender pemerintah, tetapi hidup dalam napas warganya.

Salah satu cerita itu bernama kriminalisasi.

Kriminalisasi bukan sekadar proses hukum, tetapi sering kali menjadi cara halus menyingkirkan yang kecil, menekan yang lemah, atau membungkam yang tak ingin diam. Di Bekasi, kata ini menjelma dari isu sengketa lahan, perseteruan warga dengan pengembang, gesekan buruh dengan perusahaan, hingga konflik sosial yang mengerucut menjadi ancaman pidana.

Ketika malam merapat di bantaran Kali Bekasi, banyak warga mungkin bertanya hal yang sama: “Sampai kapan kota ini harus berjalan di bawah bayang-bayang?”

Gelombang Kriminalisasi: Wajah Sunyi yang Jarang Dibahas

Kriminalisasi di Bekasi tidak datang dalam bentuk satu wajah. Ia hadir dalam aneka rupa — kadang sebagai laporan polisi yang dibuat sepihak, kadang sebagai intimidasi yang disamarkan sebagai penegakan aturan, dan kadang sebagai tekanan struktural atas nama kepentingan yang lebih besar.

Kita melihat polanya berulang:

Warga berkonflik dengan pemilik modal, kemudian muncul tudingan perusakan.

Petani bersuara soal kepemilikan lahan, kemudian dituduh menghambat pembangunan.

Aktivis lingkungan mengungkap dugaan pencemaran, kemudian dilaporkan balik.

Buruh kontrak Bekasi berselisih dengan perusahaan terkait status kerja atau pengupahan, lalu dikaitkan dengan pasal-pasal "keributan" atau "penghinaan".

Semakin keras seseorang mempertahankan hak, semakin tinggi pula risiko kriminalisasi.

Padahal, dalam demokrasi yang matang, suara rakyat seharusnya dilindungi — bukan dipidana.

Konflik Lahan Bekasi: Api yang Tak Pernah Padam

Jika kriminalisasi adalah asap, konflik lahan Bekasi adalah bara yang menyala di bawahnya.

Bekasi tumbuh terlalu cepat, tidak selalu terencana, dan kerap mengorbankan kelompok yang paling dekat dengan tanah: para petani, pemilik kavling kecil, warga adat non-formal, dan penduduk yang secara turun-temurun tinggal di sana meski belum bersertifikat resmi.

Di rawa-rawa yang sudah ditimbun untuk perumahan elite, di sawah-sawah yang dicap "prioritas industri", di kampung-kampung yang sudah diincar pengembang bertahun-tahun — konflik lahan seperti menjadi rutinitas yang dipaksa diterima.

Dan dalam konflik ini, kriminalisasi sering muncul sebagai alat penekan:

Warga yang menolak relokasi tiba-tiba dituduh menguasai tanah negara. 
Penduduk yang mempertahankan batas kavling dilaporkan karena dianggap menyerobot. 
Kelompok yang memprotes bau limbah disangka menghasut.

Semua terasa seperti jalan pintas untuk memenangkan pertarungan tanpa dialog.

Buruh Kontrak Bekasi: Di Antara Pabrik, Tekanan, dan Ancaman Pelaporan

Bekasi adalah jantung industri. Dari Cikarang sampai Tambun, dari Babelan hingga Cibitung, ribuan pabrik berjajar bagai tembok baja. Namun di balik gemerlapnya angka produksi, ada jutaan buruh yang berjuang mempertahankan martabat kerja.

Buruh kontrak Bekasi, terutama yang masa kerjanya puluhan bulan tanpa kejelasan status, adalah kelompok yang paling rentan. Mereka yang menuntut hak lembur, mempertanyakan pemotongan gaji, atau meminta kejelasan perpanjangan kontrak kerap menghadapi ancaman yang samar-samar:

"Kalau ribut, nanti kamu yang dipolisikan." 
"Kalau bikin gaduh, bisa kena pasal pencemaran nama baik." 
"Kalau protes di media sosial, hati-hati… perusahaan bisa bertindak."

Ini bukan sekadar hubungan kerja. Ini relasi kuasa yang timpang.

Dan lagi-lagi, kriminalisasi ikut berjalan dalam diam.

Dampak Kriminalisasi di Bekasi: Luka yang Menganga di Bawah Kulit Kota

Kriminalisasi bukan hanya kasus hukum. Ia menciptakan luka sosial yang panjang, dan dampaknya menyelinap ke banyak sisi:

1. Hilangnya Rasa Aman

Warga menjadi takut bersuara, takut protes, takut mempertahankan hak. Di kota yang sehat, suara rakyat adalah energi. Di kota yang dihantui kriminalisasi, suara itu menjadi bisikan.

2. Ketidakpastian Ekonomi

Buruh tidak berani menuntut hak. Petani tidak berani mempertahankan lahan. Warga tidak berani menolak pembangunan yang merugikan. Pada akhirnya, kesejahteraan mereka merosot.

3. Konflik Horizontal

Ketika kriminalisasi dianggap sebagai instrumen kekuasaan, warga mulai curiga pada sesama. Yang pro dan kontra terpecah. Bekasi menjadi ruang penuh kecurigaan.

4. Menurunnya Kepercayaan Publik

Kepercayaan pada aparat, lembaga hukum, dan pemerintah tergerus. Masyarakat mulai merasa sendirian dalam menghadapi ketidakadilan.

Semua ini seperti benang kusut yang makin lama makin sulit diurai.

Solusi Kriminalisasi: Jalan Panjang yang Harus Dibangun Bersama

Tidak ada solusi instan, tetapi ada fondasi yang bisa mulai dibangun:

1. Transparansi Lahan dan Digitalisasi Arsip Agraria

Semakin jelas batas tanah, semakin kecil peluang konflik. Bekasi butuh sistem peta digital yang akurat, terbuka, dan tidak bisa dimanipulasi.

2. Penguatan Serikat Buruh

Buruh kontrak Bekasi harus punya tempat berlindung. Serikat adalah suara kolektif yang mampu mencegah kriminalisasi berbasis tekanan perusahaan.

3. Reformasi Regulasi Krusial

Kriminalisasi yang memakai pasal karet — seperti pencemaran nama baik atau keributan — harus dikaji ulang. Regulasi harus melindungi warga, bukan menyerang.

4. Mediasi Independen

Setiap konflik lahan Bekasi, konflik perusahaan-buruh, atau konflik lingkungan harus memprioritaskan mediasi yang dilakukan lembaga independen, bukan pihak yang terkait kepentingan.

5. Perlindungan bagi Pelapor dan Aktivis

Warga yang menyuarakan ketidakadilan harus mendapat payung hukum, bukan dibayangi ketakutan.

Harapan Masa Depan Bekasi: Kota yang Adil Tidak Lahir dari Diam

Masa depan Bekasi tidak boleh dibiarkan berjalan begitu saja. Ia harus diciptakan. Dan kota ini punya potensi besar:

1. Kota dengan Warga Paling Keras Kepala

Bukan keras kepala untuk permusuhan, tapi keras kepala untuk mempertahankan hak. Warga Bekasi punya sejarah panjang soal ini — dan itu adalah modal besar.

2. Kota Industri yang Bisa Menjadi Kota Keadilan

Selama ini industri menciptakan ekonomi. Kini saatnya ia menciptakan kesejahteraan. Kota ini harus menjadi tempat buruh merasa aman bekerja, bukan takut dilaporkan.


This article originally appeared in Kriminalisasi di Bekasi: Jejak Gelap, Pertarungan Ruang, dan Harapan yang Tidak Boleh Padam



READ MORE - Kriminalisasi di Bekasi: Jejak Gelap, Pertarungan Ruang, dan Harapan yang Tidak Boleh Padam

Menkes Menganggap Stetoskop Tidak Ilmiah

Tugas pokok kementerian  kesehatan adalah merealisasikan pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 yaitu  “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin…….serta berhak  memperoleh pelayanan kesehatan”.

Selanjutnya, pada pasal 34 ayat 3  dinyatakan “negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan  kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Tugas lain yang  juga telah diratifikasi oleh negara adalah Deklarasi Universal HAM pasal  25 yang berbunyi “setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai  untuk kesehatan, kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya”.

Menkes punya peran penting dalam  menentukan arah kebijakan publik terkait program kerja kemenkes dalam  merealisasikan kewajiban konstitusi sebagaimana tersurat pada pasal 28H  ayat 1 dan pasal 34 ayat 3 UUD 1945, serta Pasal 25 Deklarasi Universal HAM tersebut di atas.

Menkes Menganggap Stetoskop Tidak Ilmiah

Landasan berfikir yang menjadi dasar dari semua  kebijakan kesehatan sudah seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat banyak, bukan kepentingan lain yang seolah-olah mengatasnamakan rakyat banyak.

Kebijakan kesehatan yang salah dan menimbulkan kontroversi paling sering disebabkan oleh landasan berfikir yang sesat atau Logical Fallacy seorang Menteri Kesehatan.

Dalam sebuah kesempatan bicara tentang  peranan Artificial Intelligence (AI) dalam dunia kesehatan  (kumparan.com/kumparannews/m…), 
menkes membuat pernyataan sebagai berikut: “Sebelumnya dokter deteksi  penyakit jantung menggunakan stetoskop, mendengarkan detak jantungnya,  lalu didiagnosa menderita jantung.

Menurut saya (menkes) ini tidak  ilmiah, bagaimana mungkin dokter tahu kalau itu penyakit jantung hanya  dari suaranya," tanya menkes.

Menkes yang bukan dokter dan tidak  pernah mau tahu selain keburukan dokter dan nakes, dan tidak mau tahu  apapun tentang pendidikan dokter dan logika sains medis ini membuat  sebuah pernyataan yang selain tidak menghargai juga merendahkan sains  medis.

Pernyataan yang tidak pantas untuk keluar dari mulut seorang  pejabat tinggi negara dan seorang yang mengaku berpendidikan tinggi. 

Menkes yang mengaku lulus dari jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung  ini bahkan patut diragukan kelulusannya sebagai sarjana fisika. 

Perubahan bunyi atau suara jantung sebagai petunjuk adanya penyakit  jantung bisa dijelaskan atas dasar hukum fisika Mekanika Fluida.

Kalau  betul dia lulus sebagai sarjana fisika dia seharusnya tahu dan tidak  akan mengatakannya sebagai hal yang tidak ilmiah.

Jantung adalah sebuah organ tubuh yang  selalu bergerak/ berdenyut, serta ada darah yang terus mengalir di  dalamnya.

Pada jantung ada pintu masuk dan pintu keluar, serta ada sekat  normal antara serambi dan bilik jantung serta sekat antara jantung  kanan dan jantung kiri.

Sekat antara serambi dan bilik jantung memiliki  lubang yang ada klep nya. Gerakan cairan dari serambi masuk ke bilik,  lalu dari bilik masuk ke pembuluh nadi akan menimbulkan bunyi yang khas  (mengikuti hukum mekanika fluida).

Bunyi yang khas ini akan berubah  manakala ada penyempitan lubang tersebut, atau karena terlalu lebar  sehingga aliran cairan berubah dari laminar jadi turbulen atau berbalik  arah (regurgitasi).

Perubahan bunyi dari normal menjadi tidak normal,  bahkan disertai adanya suara tambahan inilah yang menjadi dasar dugaan  adanya gangguan yang tertentu/ spesifik pada klep jantung atau bahkan  kebocoran pada sekat jantung.

Logika Berpikir Rasional Dokter dalam Memastikan Diagnosa Penyakit

Dalam Pendidikan dokter di dunia  manapun seorang calon dokter diajarkan untuk bertanya pada pasiennya  (terkecuali dokter hewan, pertanyaannya tertuju pada pemilik/  pengasuhnya) terkait keluhan yang dideritanya.

Pertanyaan-pertanyaan ini  terarah dan terkait dengan anatomi dan fungsi organ atau bagian tubuh  yang diduga bermasalah ini disebut anamnesa.

Saat seorang pasien datang dengan  keluhan nyeri dada kiri, saya akan segera mengumpulkan data hal-hal yang  mendukung atau bahkan menihilkan potensi sakit jantung.

Pertama-tama  saya harus melakukan pemeriksaan fisik melihat hentakan denyut jantung  pada dinding dada, menentukan proyeksi ukuran jantung di dinding dada,  lalu terpenting adalah mendengarkan suara/ bunyi jantung secara seksama  dengan alat stetoskop.

Selain itu saya juga mesti memeriksa ada tidaknya  perubahan bentuk dan warna pada ujung jemari tangan (clubbing) atau ada tidaknya timbunan cairan (edema) pada kedua kaki.

Berdasarkan informasi dari anamnesa  serta kesesuaian atau malah ketidak-cocokan dengan hasil-hasil  pemeriksaan fisik inilah dibangun asumsi atau dugaan penyakit jantung,  atau kemungkinan penyakit lain dengan gejala yang mirip.

Berangkat dari  asumsi inilah dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang yang  dibutuhkan, yang tidak selalu sama untuk setiap pasien.

Selain kadar  gula darah, lemak darah, tekanan darah, dan kadar enzim otot jantung  dalam darah, ada pemeriksaan rekaman listrik jantung (EKG), CT jantung,  atau Ekokardiografi (bahkan apakah Eko standar via dinding dada atau via  saluran cerna atas/ Esofagus (TEE).

Tidak semua pasien memerlukan  pemeriksaan penunjang yang sama dan tidak semua pasien harus melalui  semua pemeriksaan tersebut.

Disinilah peran seorang dokter, yang selain ‘body of knowledge’  (seperti pada AI), dokter ini punya hati dan empati (yang tidak mungkin  ada pada AI).

Dari hati dan empati ini lahirlah etika profesi, sehingga  dokter bisa berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya sebagai seorang  manusia, bukan mesin atau robot.

Meskipun penyakitnya tidak bisa  disembuhkan, dengan hati dan empati inilah dokter akan bisa menyembuhkan  penderitaan pasien.

Pernyataan Bodoh yang disengaja untuk merusak kepercayaan masyarakat pada Dokter

Pernyataan menkes tentang penggunaan  stetoskop, sebagai alat bantu untuk mendengarkan bunyi jantung, sebagai  tidak ilmiah adalah sebuah pernyataan yang merendahkan profesi dokter  dan ilmu kedokteran.

Hanya orang bodoh yang tidak berpendidikan yang  bisa mengatakan hal itu.

Pernyataan ini menjadi berbahaya karena  diucapkan oleh seorang pejabat kesehatan yang berpotensi untuk dipercaya  dan diikuti oleh sebagian besar masyarakat yang kurang berpendidikan. 

Semua dokter di seluruh pelosok negeri ini, bahkan di dunia, masih dan  akan selalu menggunakan stetoskop sebagai alat bantu utama untuk  memastikan kesehatan jantung dan paru pasien.

Hilangnya kepercayaan  masyarakat pada stetoskop seorang dokter bisa menimbulkan chaos pada  sistem layanan kesehatan kita yang faktanya masih amburadul seperti saat  ini.

Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang  baik (termasuk penggunaan stetoskop) adalah 70-80% informasi untuk  sampai pada diagnosa yang benar.

Tanpa anamnesa yang baik, semakin besar  resiko terjadinya salah diagnosa dan salah pengobatan.

Anamnesa dan  pemeriksaan fisik yang baik hanya bisa dilakukan bila dokter dan pasien  bisa berkomunikasi dalam bahasa yang sama.

Tanpa anamnesa yang baik, dokter akan  cenderung memanfaatkan semua fasilitas pemeriksaan penunjang yang  dimiliki RS, yang tentu saja berakibat pada pemborosan sumber daya  diagnostik, dan tentu saja keuangan.

Pertanyaannya, kebijakan ini dibuat  untuk apa dan untuk kepentingan siapa?
Bisa jadi memang skenario ini  yang sedang terjadi demi lancarnya bisnis kesehatan pemilik modal.

Pikiran Sesat (logical fallacy) dan agenda dibalik narasi bodoh yang terus berulang

Pikiran sesat (logical fallacy) menkes  yang menganggap semua penyakit bisa diketahui dengan AI, telah  menghasilkan pelbagai kebijakan kesehatan yang salah dan berbahaya,  contohnya PMK No. 6-2023 tentang Dokter WNA.

PMK ini bahkan tidak  mengharuskan dokter WNA untuk bisa berbahasa Indonesia

(Pasal 10 ayat 4:  “….. juga memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang dapat dipenuhi  setelah TK-WNA didayagunakan”).

Selain itu, terkait kegiatan Baksos  (pasal 24), ayat 7 menyebutkan “TK-WNA dikecualikan dari kewajiban mampu  berbahasa Indonesia”  (kumparan.com/zainalmuttaqin…?).

Bahkan diduga kuat pernyataan menkes  tentang stetoskop yang tidak ilmiah ini dilatarbelakangi rencana  pengadaan teknologi AI secara besar-besaran, setelah hadirnya jaringan  Starlink, guna menutupi kegagalan 9 dari 10 program kesehatan dasar yang  menjadi tanggung jawab menkes.

Tidak layak untuk bicara tentang AI  maupun kedokteran genomik, bagi seorang menteri yang gagal memenuhi  kewajiban imunisasi dasar lengkap bayi yang hanya mencapai 63,17% dari  target 90%, balita stunting yang masih di angka 21,6% dari target 14%,  Puskesmas yang terakreditasi hanya mencapai 56,4% dari target 100%, dan  pemenuhan tenaga kesehatan di Puskesmas sesuai standar yang hanya  mencapai 56,07% dari target sebanyak 83% puskesmas  (databoks.katadata.co.id).

Tidak layak untuk bicara tentang  pengadaan alat PET scan yang super mahal bagi seorang menteri disaat  lebih dari 70% pasien kanker belum terpenuhi hak-hak kesehatan dan hak  kemanusiaannya untuk memperoleh radioterapi karena alat radioterapi  (teleterapi) hanya ada 80 dari total kebutuhan 280 sesuai saran dari  IROS (Indonesian Radiation Oncology Society) dan 86% pasien kanker  terlambat penanganannya lebih dari 6 bulan (S. Gondhowiardjo, dkk.,  Med.J. Indonesia, 2021).

Apalagi kanker payudara masih jadi pembunuh  ibu-ibu nomor 1 gegara deteksi dini dengan mamografi masih berbayar  mahal dan alatnya cuma tersedia di 100 dari 540 RSUD.

Bahkan tidak layak untuk hadir dan  meresmikan RS Asing nan Mewah bagi seorang Menteri disaat sebagian besar  rakyatnya (178,5 juta peserta BPJS kelas 3) masih harus mengantri 6-12  bulan untuk bisa masuk RS rujukan guna penanganan lanjut penyakitnya  (Opini Media Indonesia, Kamis 4 April 2024).

Bahkan layak dipertanyakan  apakah masih punya malu ketika negeri ini ternyata menduduki Juara 1  Dunia untuk Scabies/ Kudis, Juara 2 untuk TBC, dan Juara 3 untuk  penyakit Kusta.

Sebagai penutup tulisan ini, dalam  rangka membangun layanan kesehatan yang lebih baik bagi seluruh rakyat,  diperlukan kolaborasi yang harmonis yang melibatkan seluruh pemangku  kepentingan, terutama seluruh dokter dan nakes.

Kemenkes sebagai  kepanjangan tangan negara untuk memenuhi tugas konstitusinya, tidak  layak untuk dipimpin oleh menteri yang hanya pandai bernarasi tanpa  prestasi, menkes yang pandai merendahkan prestasi dokter negeri dan  menggantinya dengan dokter asing naturalisasi, menkes yang membangun  bisnis kesehatan bersama oligarki dengan rakyat banyak sebagai objeknya. 

"Ya Tuhan kami, jangan biarkan kami dipimpin menteri yang semakin lama  semakin tak tahu diri seperti saat ini, Amin."

ceknricek.com/mobile/bebal-d

Pernyataan menkes tentang penggunaan stetoskop, sebagai alat bantu untuk mendengarkan bunyi jantung, sebagai tidak ilmiah adalah sebuah pernyataan yang merendahkan profesi dokter dan ilmu kedokteran.

This article originally appeared in : @ZainalM_Prof ||   Prof Zainal Muttaqin, MD., Ph.D.


READ MORE - Menkes Menganggap Stetoskop Tidak Ilmiah

Asal Usul Kuntilanak

Asal-usul Kuntilanak dapat ditelusuri dari kisah legenda yang berkembang di tegah-tengah masyarakat pulau Kalimantan. 

Menurut legenda ini katanya ; Dahulu  di salah satu daerah di Kalimantan Barat tepatnya di daerah pantai utara, ada kejadian yang sangat memalukan, yang dilakukan oleh salah seorang putri dari kerabat keluarga pembesar.

Sang putri hamil diluar nikah, tindakan yang dilakukannya itu merupakan aib besar bagi keluarga para pembesar yang menjunjung tinggi etika kehormatan. 

Singkat kisah, karena khawatir mencemarkan nama baik keluarga, sang putri dibuang ke sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah sungai Kapuas


Di Pulau itu sang putri hidup sebatang kara. Bulan demi bulan terlewati, tubuh cantiknya semakin tertutupi oleh rambut panjangnya yang kini tak teratur sementara perutnya semakin lama semakin membesar tetapi juga ia semakin kurus. 

Kadang  jika teringat kesalahannya si puteri sering menangis, kadang tertawa dan berteriak-teriak. 

Akhirnya, pada suatu saat karena tidak mampu menanggung derita si puteri itu meninggal dunia karena sakit dan merana.

Tak ada tempat kuburnya, meninggal begitu saja tanpa ada yang tahu. Si puteri meninggal dalam keadaan tidak wajar, kondisinya pun sedang hamil besar dan siap melahirkan, tetapi karena tidak tenang saat meninggal, pada malam hari setelah siang ia meninggal, si puteri tiba-tiba bangkit dari kematiannya.

Dia bangkit dari kematian yang tak wajar, pertama yang ditujunya adalah sebuah pohon besar dekat pondok rumahnya. 

Pohon itu paling tua di pulau tersebut dan ditengah batang pohon terdapat lubang yang cukup besar. Di lubang pohon besar itulah si Putri melahirkan bayinya.

Kadangkala hantu si puteri ini sering terlihat oleh nelayan yang  kebetulan singgah di pinggir pulau, para nelayan melihatnya sedang menggendong bayi, sehingga orang-orang kemudian menyebutnya “Kunti Anak” atau perempuan yang menggendong anak atau dalam bahasa Melayu “Puan Anak” hingga menjadi kalimat “Kuntilanak” atau “Puntianak”.  

Begitulah asal-usul mengapa kemudian hantu tersebut dinamakan Kuntilanak atau Puntianak.

This article originally appeared in : Asal Usul Kuntilabak on Facebook


READ MORE - Asal Usul Kuntilanak

TKR, TNI Dan Resolusi Jihad

Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) pertama, Yang nanti menjadi TNI. Dan komandan divisi pertama Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) itu bernama Kolonel KH. Sam’un, pengasuh pesantren di Banten. Komandan divisi ketiga masih Kyai, yakni kolonel KH. Arwiji Kartawinata (Tasikmalaya). Sampai tingkat resimen Kyai juga yang memimpin.


Fakta, resimen 17 dipimpin oleh Letnan Kolonel KH. Iskandar Idris. Resimen 8 dipimpin Letnan Kolonel KH. Yunus Anis. Di batalyon pun banyak komandan Kyai. Komandan batalyon Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) Malang misalnya, dipimpin Mayor KH. Iskandar Sulaiman yang saat itu menjabat Rais Suriyah NU Kabupaten Malang. Ini dokumen arsip nasional, ada Sekretariat Negara dan TNI.

Tapi semua data itu tidak ada di buku bacaan anak SD/SMP/SMA. Seolah tidak ada peran Kyai. KH. Hasyim Asy'ari yang ditetapkan pahlawan oleh Bung Karno pun tidak ditulis. Jadi jasa para Kyai dan santri memang dulu disingkirkan betul dari sejarah berdirinya Republik Indonesia ini.

Waktu itu, Indonesia baru berdiri. Tidak ada duit untuk bayar tentara. Hanya para Kyai dengan santri-santri yang menjadi tentara dan mau berjuang sebagai militer tanpa bayaran. Hanya para Kyai, dengan tentara-tentara Hizbulloh yang mau korban nyawa tanpa dibayar. Sampai sekarang pun, NU masih punya tentara swasta namanya Banser, ya gak dibayar.

Tentara itu baru menerima bayaran pada tahun 1950. Selama perjuangan 45 sampai di tahun 50-an itu, tidak ada tentara yang dibayar negara.

Kalau mau mikir, 10 November Surabaya adalah peristiwa paling aneh dalam sejarah. Kenapa? Kok bisa ada pertempuran besar yg terjadi setelah perang dunia selesai 15 Agustus.

Sebelum pertempuran 10 November, ternyata ada perang 4 hari di Surabaya. Tanggal 26, 27, 28, 29 oktober 1945. Kok ‘ujug-ujug’ muncul perang 4 hari ceritanya gimana? Jawabnya: Karena sebelum tanggal 26 Oktober, Surabaya bergolak,  setelah ada fatwa resolusi jihad PBNU pada tanggal 22 Oktober. Kini diperingati sbg Hari Santri.

Tentara Inggris sendiri aslinya tidak pernah berfikir akan perang dan bertempur dg penduduk Surabaya. Perang sdh selesai kok, Begitu pikirnya. Tapi karena masarakat Surabaya terpengaruh fatwa dan resolusi jihad, mereka nyerang Inggris, yang waktu itu mendarat di Surabaya. Sejarah inilah yang selama ini ditutupi.

Jika resolusi jihad ditutupi, orang yang membaca sekilas peristiwa 10 November akan menyebut tentara Inggris ‘ora waras’. Ngapain Ngebomi kota Surabaya tanpa sebab? Tapi kalau melihat rangkaian dari resolusi jihad, baru masuk akal; “Oya, mereka marah karena jenderal dan pasukannya dibunuh arek-arek Bonek Suroboyo”.

Fatwa Jihad muncul krn Presiden Soekarno meminta fatwa kepada PBNU: apa yg harus dilakukan warga Negara Indonesia kalau diserang musuh mengingat Belanda ingin kembali menguasai. Bung Karno juga menyatakan bagaimana cara agar Negara Indonesia diakui dunia. Sejak diproklamasikan 17 Agustus, tidak ada satupun negara di dunia yang mau mengakui.# lanjut di kolom komentar...

This article originally appeared in TKR, TNI Dan Resolusi Jihad


READ MORE - TKR, TNI Dan Resolusi Jihad

Siapa Yang Mau Berubah Jadi Monyet?

Kisah kaum yang dihukum Allah SWT menjadi monyet termuat dalam Al-Quran. Sebenarnya kalau dilihat kesalahannya memang salah, karena mereka melanggar larangan mencari ikan di hari Sabtu. 

Tapi dibandingkan dengan hukumannya, rasanya kok serem juga ya. Gara-gara melanggar hari ibadah, sampai dihukum pada jadi monyet. Tidak terbayang kalau ketentuan seperti itu terjadi di masa sekarang ini. 

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ ۙ لَا تَأْتِيهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. (QS. Al-Araf : 163)

Betapa berat ujian yang mereka hadapi. Sebagai nelayan, pendapatan mereka sangat bergantung dari menangkap ikan. Kalau hasil tangkapan lagi banhyak, mereka gembira. Tapi kalau ikan jadi sedikit, tentu hidup mereka susah.


Lalu Allah SWT menguji mereka dengan urusan hasil tangkapan ikan. Justru di hari mereka dilarang melaut, yaitu hari Sabtu, ikan-ikan muncul sebegitu banyaknya sampai mengapung di permukaan air. Namun begitu hari Sabtu lewat, ikan-ikan itu pun lenyap menghilang entah kemana.

Maka mereka pun memutar otak, bagaimana caranya agar tidak melanggar larangan mencari ikan di hari Sabtu, tapi tetap bisa dapat ikan yang banyak. 

Akhirnya mereka memasang jerat ikan di hari Jumat, yaitu sehari sebelum hari Sabtu. Sehingga di hari Sabtu mereka tidak menangkap ikan dan tetap bisa ibadah sesuai ketentuan. Barulah besoknya yaitu hari Ahad, mereka panen ikan yang masuk dalam jerat mereka. 

Secara logika, tidak ada delik hukum yang dilanggar.  Dan logika semacam ini kalau terjadinya pada umat kita umat Nabi Muhammad SAW, tentu boleh saja dan tidak jadi masalah. Yang penting pada hari H kita tidak melanggar ketentuan. 

Namun untuk ukuran umat di masa lalu, ternyata teknik hilah (alibi) semacam ini dianggap sebagai kesalahan juga. Hukum Allah bagi mereka tidak boleh disiasati. Mereka pun mendapat murka Allah dengan hukuman yang sangat memilukan. Tiba-tiba mereka berubah jadi monyet yang hina. 

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina". (QS. Al-Baqarah : 65)

Dan tiga hari kemudian mereka pun dihukum mati. Semua monyet itu pun mati tak bersisa. Hukumannya memang dahsyat sekali.

Sedangkan kita umat Nabi Muhammad, berapa banyak yang pada hari Jumat tidak melaksanakan kewajibannya shalat Jumat. Namun Allah SWT tidak langsung mengubah kita jadi monyet. 

Seandainya hukum yang berlaku di masa lalu diberlakukan lagi di masa sekarang, pasti tidak ada lagi yang keluyuruan saat shalat Jumat. 

Semua pasti langsung jadi alim dan khusyu’ mendengarkan khutbah Jumat. Bukan apa-apa, berubah jadi monyet itu malu-maluin amat. Pulang ke rumah bukan masuk kamar tapi masuk kandang, makan pisang dan nangkring di atas pohon dengan ekor menjuntai. Bawaannya pengen narik gerobak dan bawa payung menari muter-muter sambil diteriaki : sarimin pergi ke pasar. Huh siapa yang mau jadi monyet. 

Mungkin setidaknya hari Jumat pertama saja yang masih keluyuran. Dan ketika yang pada keluyuran itu pada berubah jadi monyet, beritanya pasti langsung viral di media sosial. Fotonya memenuhi ruang netijen.

Maka hari Jumat berikutnya, jalanan pun sepi, pasar bubar, kantor pun tutup. Semua orang pada ke masjid khusyu’ shalat Jumat. 

Siapa yang mau berubah jadi monyet? Apalagi setelah tiga hari langsung meninggal. Mending shalat Jumat saja.


READ MORE - Siapa Yang Mau Berubah Jadi Monyet?

Best Moments from the Canonization of 2 Popes

Pope Francis performed a double canonization ceremony for his two predecessors, Popes John XXIII and John Paul II, who on Sunday were declared saints before a crowd of some 500,000 people in St. Peter's Square and nearby streets.

    Benedict and Francis Embrace

    The event was momentous because it was the first time two popes had celebrated at a public mass together. Pope Francis and his emeritus Pope Benedict XVI were on very friendly terms, embracing briefly during the ceremony to celebrate their predecessors.

    Bishops Snap Selfies

    Among those in attendance, 150 cardinals and 700 bishops were also there, and they have the selfies to prove it.

    Francis Looks at Watch

    Following the service, Francis jumped on his popemobile and rode from the square to the Tiber River, to wave and greet those who had not had the chance to see him.

    Thousands of Catholics Attend

    The event attracted thousands of Catholics from around the world, including royalty, heads of states, bishops and cardinals and priests and nuns, some of whom dances and sang on the streets leading up to the mass.

    Some watched on screens

    An estimated 800,000 people watched the Mass in Rome, according to the Vatican press office. Those who did not make it to glimpse the ceremony in St. Peter's Square - or squeeze into the narrow streets surrounding it - watched on TV screens that had been set up in piazzas around the city.

    Strangers Sleep Together Under the Stars

    More than one million gathered in the Vatican to witness the historic event, many crowding on the streets the night before, sleeping under the stars with strangers, to secure their spot before the big day. Others participated in all-night prayer vigils held at churches in downtown Rome.

    Meanwhile, elsewhere in the world…

    Celebrations were also held in other parts of the world, including among a predominantly Catholic community in the Philippines. Local celebrations included a parade in Manila of children dressed up in papal robes.

    This article originally appeared in Good Morning America


    READ MORE - Best Moments from the Canonization of 2 Popes

    Mengenal Istri - Istri Soekarno

    Presiden pertama RI, yakni Soekarno bukan saja orang yang dikenal sebagai pemimpin negara tapi juga dikenal sebagai lelaki yang mudah memikat hati wanita. Penampilannya yang memukau, caranya berbicara dan memperlakukan wanita, serta intelektualitasnya yang tinggi membuat 9 wanita ini bersedia menjadi isterinya :



    Oetari Tjokroaminoto (1921-1923) 

    Isteri pertama Soekarno adalah Oetari, yakni puteri dari HOS Tjokroaminoto. Keduanya menikah saat Soekarno berusia 20 tahun dan Oetari berusia 16 tahun. Namun, pernikahan yang dilakukan tidak atas dasar cinta ini hanya bertahan selama 2 tahun sampai akhirnya Soekarno menceraikan Oetari setelah berkuliah di Bandung.

    Inggit Garnasih (1923-1943) 

    Saat Soekarno bertemu dengan Inggit, beliau memang sudah mengagumi perempuan dengan usia yang lebih tua ini. pernikahan Inggit dengan Haji Sanusi yang tidak bahagia pun kemudian berakhir dan cinta perempuan telaten ini pun berlabuh pada sosok Soekarno. pernikahan mereka hanya bertahan selama 20 tahun karena keduanya tidak dikaruniai seorang anak. 

    Fatmawati (1943-1956) 

    Saat di Bengkulu, Soekarno bertemu Fatmawati dan membuat pernikahan nya dengan Inggit berakhir karena isterinya menolak untuk dipoligami. Lantas pada 1 Juni 1943, Soekarno dan Fatmawati pun melangsungkan pernikahan dengan beda usia 22 tahun. Setelah Indonesia merdeka, Fatmawati pun menjadi ibu negara pertama yang juga dikenal sebagai orang yang menjahit bendera pusaka merah putih.

    Dari Fatmawatilah kemudian Soekarno mendapatkan lima orang anak, yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

    Hartini (1952-1970) 

    Saat menikah dengan Soekarno, Hartini berstatus sebagai janda lima anak. Keduanya bertemu di Candi Prambanan, Jawa Tengah, yakni saat Soekarno tengah mengadakan kunjungan kerja. 

    Hartini memberikan dua anak pada Soekarno, yakni Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra. Wanita cantik ini tetap menjadi istri Soekarno hingga ajal menjemput Sang Presiden pada 21 Juni 1970. 

    Kartini Manoppo (1959–1968) 

    Sosok wanita ini merupakan isteri kelima Soekarno yang juga termasuk salah satu wanita yang paling dicintainya. Soekarno menikahinya pada tahun 1959.

    Ratna Sari Dewi (1962–1970) 

    Ratna Sari Dewi adalah wanita kelima yang dinikahi Soekarno. Lahir dengan nama Naoko Gadis ini bernama asli Naoko Nemoto yang lahir di Tokyo, 6 Februari 1940. Dewi mempunyai satu anak dari Soekarno yang diberi nama Kartika Sari Dewi Soekarno.

    Haryati (1963–1966) 

    Haryati merupakan seorang mantan penari istana sekaligus Staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian yang kemudian berhasil dipinang Sang Presiden pada 21 Mei tahun 1963. 

    Yurike Sanger (1964–1968) 

    Yurike merupakan seorang pelajar yang juga menjadi salah satu anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika pada acara kenegaraan pada tahun 1963. Keduanya menikah pada tanggal 6 Agustus 1964.

    Heldy Djafar (1966–1969) 

    Isteri kesembilan Bung Karno ini menikah dengan Sang Presiden saat usianya masih 18 tahun. Namun, karena kondisi politik yang kian mencekam, hubungan pernikahan keduanya harus berakhir di tahun 1969.

    This article originally appeared in : Inilah 9 Isteri Soekarno : limtas.me : 11 March 2014


    READ MORE - Mengenal Istri - Istri Soekarno

    Waspada...!!! Kenali Gejala Baru COVID-19

    Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini beberapa gejala infeksi COVID-19 varian baru yang ditemukan pada pasien.


    Beberapa gejala baru ditemukan pada pasien COVID-19, beberapa gejala tersebut langsung keluar secara bersamaan. Meski begitu, gejala yang dialami dapat berbeda pada masing-masing pasien. Berikut ini beberapa gejala infeksi varian baru COVID-19:

    1. Kelelahan

    Mudah lelah diketahui menjadi salah satu gejala COVID-19 jenis baru. Pasalnya, virus corona yang diketahui menyerang sistem imun tubuh ini dapat membuat badan mudah merasa lelah.

    2. Kebingungan atau Delirium

    Delirium menjadi salah satu gejala baru muncul pada pasien COVID-19. Menurut MayoClinic, delerium ialah gangguan serius pada kemampuan mental yang mengakibatkan kebingungan berpikir, kurang kesadaran terhadap lingungkan ataupun berhalusinasi. Gejala delirium ini biasanya cukup cepat terlihat saat seseorang terinfeksi COVID-19.

    3. Kehilangan selera makan

    Sebelumnya, para pasien COVID-19 memiliki gejala hilangnya indra penciuman. Namun, kini seseorang yang terinfeksi COVID-19 dapat kehilangan selera makan. Hal ini dapat memperburuk sistem imun tubuh pasien.

    4. Sakit Kepala

    Seseorang yang terinfeksi COVID-19 juga diketahui kerap merasakan sakit kepala. Pasalnya, virus satu ini juga mempengaruhi sistem saraf pusat dan menghasilkan neurokognitif. Hal ini pulalah yang menyebabkan seorang pasein COVID-19 mengalami sakit kepala.

    5. Diare

    Seseorang yang menderita diare selama beberapa hari juga memiliki kemungkinan terinfeksi COVID-19. Pasalnya, virus corona yang telah bermutasi ini semakin kompleks dalam menyerang sistem imun tubuh. Maka dari itu, gejala satu ini patut diwaspadai.

    6. Ruam pada kulit

    Meski tak semua pasien mengalami gejala yang sama saat dinyatakan postif. Namun beberapa diantaranya muncul ruam pada kulit. Munculnya ruam di kulit pada pasien COVID-19 ini terbilang cukup jarang. Hal ini dipengaruhi pada sistem imun tubuh serta kondisi pasien.

    7. Nyeri Otot

    Nyeri otot ataupun pegal-pegal pada tubuh juga masih menjadi tanda akan adanya virus corona dalam tubuh. Bahkan, para varian baru virus corona, gejala satu ini pun tetap ada.

    Namun masing-masing orang memiliki respons yang berbeda terhadap COVID-19. Sebagian besar orang yang terpapar virus selama ini akan mengalami gejala ringan hingga sedang, dan akan pulih tanpa perlu dirawat di rumah sakit.

    Gejala yang paling umum  COVID-19
    • demam
    • batuk kering
    • kelelahan
    Gejala  COVID-19  yang sedikit tidak umum:
    • rasa tidak nyaman dan nyeri
    • nyeri tenggorokan
    • diare
    • konjungtivitis (mata merah)
    • sakit kepala
    • hilangnya indera perasa atau penciuman
    • ruam pada kulit, atau perubahan warna pada jari tangan atau jari kaki
    Gejala serius  COVID-19
    • kesulitan bernapas atau sesak napas
    • nyeri dada atau rasa tertekan pada dada
    • hilangnya kemampuan berbicara atau bergerak
    Segera cari bantuan medis jika Anda mengalami gejala serius. Selalu hubungi dokter atau fasilitas kesehatan yang ingin Anda tuju sebelum mengunjunginya.

    Orang dengan gejala ringan yang dinyatakan sehat harus melakukan perawatan mandiri di rumah.

    Rata-rata gejala akan muncul 5–6 hari setelah seseorang pertama kali terinfeksi virus ini, tetapi bisa juga 14 hari setelah terinfeksi.
     
    This article originally appeared in :  Kenali Gejala Baru COVID-19


    READ MORE - Waspada...!!! Kenali Gejala Baru COVID-19

    Serba Serbi Lengkap Dewi Kwan Im

    Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada masa yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia.

    Jauh sebelum masuknya agama Buddha, menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Welas Asih Berbaju Putih. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian yang dipergunakan mayoritas komunitas Cina di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalahKwan She Im Phosat yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa Sanskrit, Avalokitesvara.


    Nama Lain Dewi Kwan Im

    Kwan Im di Asia Timur, dikenal dengan berbagai nama. Akan tetapi “Kwan Im” atau “Kwan Tse Im” masih merupakan panggilan sederhana yang diberikan untuknya. 

    Berikut adalah beberapa panggilan atau sebutan yang diberikan berdasarkan negara tertentu:

    Di negara Jepang, Kwan Im Pho Sat lebih dikenal dengan nama Dewi Kannon atau secara resmi Kanzeo Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum, dalam bahasaThailand dikenal sebagai Kuan Eim atau Prah Mae Kuan Eim, di Hongkong ( propinsi Guang Dong ); Kwun Yum atau Kun Yum, pelafalan ini berdasarkan bahasa Kanton, dan dalam bahasa Vietnam, Quán Âm atau Quan Th: Âm B: Tát.

    Arti Nama Dewi Kwan Im

    Dikemudian hari, Dewi Kwan Im, identik dengan perwujudan dari Buddha Avalokitesvara. Secara absolut, pengertian Avalokitesvara Boddhisatvadalam bahasa Sansekerta adalah :

    • Valokita (Kwan / Guan / Kwan Si / Guan Shi) yang bermakna “Melihat ke bawah atau Mendengarkan ke bawah”. Bawah di sini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita).
    • Svara (Im / Yin) berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang.
    Masa Kecil Dewi Kwan Im

    Dewi Kwan Im (Miao San ) lahir pada tanggal 19 bulan 2 tahun Kongcu – lik, pada jaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 Sebelum Masehi. 

    Pada tanggal 19 bulan 6 yaitu pada usia 17 tahun memperoleh Penerangan dan mencapai tingkatan Boddisattva / Hud / Fo. Pada tanggal 19 bulan 9 di tahun yang sama, mencapai kesempurnaan dan berhasil Mokswa, naik ke langit bersama badan kasarnya menjadi Kwan Se Yin Pao Sat Jien So Jien Yen atau Dewi Kwan Im Tangan Seribu – Mata Seribu – Kepala Seribu. 

    Dewi Kwan Im selalu membawa botol Amertha atau wadah suci berisi Embun Welas Asih yang berkhasiat mensucikan segala kotoran ( dosa ) serta menyembuhkan.

    Kendaraan Dewi Kwan Im

    Dewi Kwan Im Miao San mengendarai Ikan Tombro yaitu lambang keteguhan menghadapi tantangan (seperti Ikan Tombro berenang melawan arus meloncati jeram) jadi seruan agar umat teguh tekadnya dan kuat menghadapi tantangan di dunia dengan jalan yang benar. 

    Bertangan Seribu, Bermata Seribu bahkan Berkepala Seribu lambang bisa mampu menjangkau berbagai hal, Penyayang dan penuh Welas Asih.

    Kadang naik Bunga Teratai lambang Kesucian yang selalu bersih, biarpun tumbuh di atas Lumpur, agar umat meneladani makna yang tersirat dalam kehidupannya.

    Perwujudan Dewi Kwan Im

    Kwan Im (Avalokitesvara) sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki di India, begitu pula pada masa menjelang dan selama Dinasti Tang ( tahun 618-907 ). Namun pada awal Dinasti Sung ( 960-1279 ), berkisar pada abad ke 11, beberapa dari pengikut melihatnya sebagai sosok wanita yang kemudian digambarkan dalam lukisan para seniman. 

    Perwujudan Kwan Im sebagai sosok wanita lebih jelas pada masa Dinasti Yuan ( 1206-1368 ). Sejak masa Dinasti Ming, atau berkisar pada abad ke 15, Kwan Im secara menyeluruh dikenal sebagai wanita.

    Bila sudah mencapai taraf Buddha sudah tidak lagi terikat dengan bentuk apalagi gender, karena pada dasarnya roh itu tidak mempunyai bentuk fisik dan gender. 

    Menurut cerita, Dewi Kwan Im adalah titisan Dewa Che Hangyang ber-reinkarnasi ke bumi untuk menolong manusia keluar dari penderitaan, karena beliau melihat begitu kacaunya keadaan manusia saat itu dan sebagai akibatnya terjadi penderitaan di mana-mana.

    Dewa Che Hang memilih wujud sebagai wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolongan Nya. Disamping itu agar lebih bisa meresapi penderitaan manusia, bila dalam bentuk wanita, karena di jaman itu, wanita lebih banyak menderita dan kurang leluasa dalam membuat keputusan.

    Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, seperti Sutra Suddharma Pundarika Sutra ( Biau Hoat Lien Hoa Keng ) disebutkan ada 33 penjelmaan Kwan Im Pho Sat, antara lain :
    1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera;
    2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga;
    3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu;
    4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri;
    5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak;
    6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera;
    7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu;
    8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
    Selain perwujudan yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan.

    Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan  Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat.

    Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou)ada 84 perwujudan Dewi Kwan Im sebagai simbol dari Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar.

    Altar utama di Kuil Pho To San dipersembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai Budha Vairocana, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 perwujudan lainnya. 

    Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie ( salah satu Kelenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Kwan Im (Kwan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma kepada umat manusia).

    Disamping itu terdapat pula wujud Kwan Im Pho Sat dalam Qian Shou Guan Yin ( Kwan Im Seribu Tangan ) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatNya. 

    Julukan Beliau secara lengkap adalah Tay Cu Tay Pi – Kiu Kho Kiu Lan – Kong Tay Ling Kam – Kwan Im Sie Im Pho Sat.

    Ketika agama Buddha memasuki Tiongkok ( Masa Dinasti Han ), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisattva bersosok pria. 

    Seiring dengan berjalannya waktu, dan pengaruh ajaran Taoisme serta Kong Hu Cu, menjelang era Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisattva berubah dan ditampilkan dalam sosok wanita.

    Dari pengaruh ajaran Tao, probabilita perubahan ini terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal Avalokitesvara Bodhisattva, kaum Taois telah memuja Dewi Tao yang disebut “Niang-Niang” ( Probabilitas adalah Dewi Wang Mu Niang-Niang ). 

    Sehubungan dengan adanya legenda Puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh wanita yang disebut “Guan Yin Niang Niang”, sebagai pendamping Avalokitesvara Bodhisattva pria.

    Lambat laun tokoh Avalokitesvara Bodhisattva pria dilupakan orang dan tokoh Guan Yin Niang - Niang menggantikan posisinya dengan sebutan Guan Yin Phu Sa. 

    Dari pengaruh ajaran Kong Hu Cu, mereka menilai kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang Dewa. 

    Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sesuai dengan keinginan Kwan Im sendiri untuk mewujudkan dirinya sebagai seorang wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolongan.

    Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisattva berasal dari India dan tokoh Guan Yin Phu Sa berasal dari Tiongkok. 

    Avalokitesvara Bodhisattva memiliki tempat suci di gunung Potalaka, Tibet, Pu Tao Shan sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di gunung di kepulauan Zhou Shan, Cina. 

    Kesimpulan atas hal ini adalah tokoh Avalokitesvara Bodhisatva merupakan stimulus awal munculnya Kwan Im Pho Sat.

    Dalam kepercayaan Buddhisme yang berkembang pesat di China, diyakini bahwa segala permohonan yang berangkat dari ketulusan dan niat suci, maka biasanya Dewi Kwan Im akan mengabulkan permintaan tersebut. Terutama pada saat - saat genting dimana seseorang tengah berhadapan dengan bahaya. 

    Sehingga dalam kurun ribuan tahun, pengabdian moral dari Dewi Kwan Im dikenal galib berporos empat jalan kebenaran. Yakni, pengembangan kebajikan, pengembangan toleransi dan saling hormat menghormati, pengendalian batin dan mawas diri, serta menghindarkan dari marabahaya.

    Menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Tooyang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im (Miao San ) lahir pada tanggal 19 bulan 2 tahun Kongcu – lik, pada jaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403 - 221 Sebelum Masehi. 

    Terkait dengan legenda puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang / Miao Chiang / Miao Tu Huang, penguasa negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad ke-3 SM. Dinasti Zhou sendiri berkuasa dari tahun 1122 – 255 SM.

    Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tetapi yang dimilikinya hanyalah 3 orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu, yang kedua bernama Miao Yin El, dan yang bungsu bernama Miao Shan.

    Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhikunidi Klenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).

    Miao Yin El menikah serta di kemudian hari menurunkan Raja Miao Li yang mempunyai putri bernama Yu Lan. 

    Miao Shu dan Miao Yin lebih cenderung dimanja oleh fasilitas istana dan berfoya-foya. Sementara Miao Shan dengan rajin menjaga dan merawat kedua orang tua mereka. 

    Dari ketiga putri sang Raja, putri ketiga lah yang sangat berbakti kepada kedua orangtua serta leluhurnya. Ia juga memperlihatkan sifat welas asih kepada semua makhluk. Itu sebabnya ia sudah vegetarian sejak balita.

    Dikisahkah, saat masih bayi, bila Miao Shan mendengar kata “bunuh”, ia akan menangis sekeras-kerasnya dan tidak mau bila diberi makan daging saat balita. Toleransinya kepada dayang-dayang istana sangat besar sehingga ia disayangi oleh semua pihak. Ia selalu mengaplikasikan bentuk - bentuk kebajikan Buddhisme yang ia pelajari dan dalami ke dalam hidup sehari-harinya.

    Hal tersebut menimbulkan iri hati dan benci dari kedua kakak perempuannya, sehingga dengan intrik dan hasutan jahat bekerja sama dengan seorang peramal tua yang jahat akhirnya Miao Shan diusir dari istana. 

    Miao Shan dituduh titisan dari iblis jahat, sehingga negeri mereka yang dulunya makmur, sekarang selalu dirundung bencana. Padahal bencana dan masalah datang, karena banyak pejabat istana termasuk si peramal tua jahat itu terlibat korupsi besar-besaran, bahkan si peramal tua berambisi mengambil tahta Sang Raja.

    Kelompok jahat itu mengklaim sejak Miao Shan lahir bencana susul menyusul tiada henti. Kalau bukan kekeringan, pasti kebanjiran. Kalau bukan kelaparan pasti wabah penyakit. Sehingga Miao Shan dianggap jelmaan iblis yang dikutuk oleh langit.

    Dalam pengembaraannya Miao Shan mengabdikan diri sebagai samaneri (calon biksu perempuan). Tahun berganti tahun, akhirnya Sang Raja, ayahanda Miao Shan menjadi sakit-sakitan karena merasa rindu pada putri bungsunya tersebut. Sampai akhirnya sang Raja menderita penyakit aneh yang sekujur tubuhnya ditumbuhi bisul dan borok tak tersembuhkan. 

    Disinyalir ada hubungannya dengan ilmu iblis yang dipelajari oleh peramal tua yang mengincar tahtanya. Bahkan Raja menjadi buta dan permaisuri menjadi kelainan jiwa akibat merindukan putri bungsu mereka.

    Miao Shan yang merasa iba, berkat kesaktiannya, mengubah dirinya menjadi seorang bikkhuni. Ia mendatangi istana, dan menjenguk ayahandanya yang terkapar sakit, dengan dalih sebagai tabib. 

    Setelah Miao Shan membacakanparita, ayah ibunya itu merasakan damai yang tiada tara, sehingga mereka tertidur dengan damai. Namun dalam penyamarannya itu, Ia bukannya hanya mengobati, tetapi juga memberi petunjuk bahwa Sang Raja menderita penyakit aneh, dan hanya dapat sembuh jika mengkonsumsi sekerat daging manusia dan sebiji bola mata yang berasal dari tubuh putri kandungnya. 

    Tentu saja ayah ibunya tidak mendengar hal ini karena sudah tertidur, kalau mendengar mungkin mereka tidak berkenan menjalankan pengobatan.

    Dihadapan ibu suri dan kedua kakaknya, Miao Shan membeberkan cara pengobatan aneh itu. 

    Di saat meminta kedua kakak perempuannya untuk berkorban diiris otot lengan dan dicungkil sebelah bola matanya untuk dicampur pada obat bagi ayah mereka, saat itu juga keduanya berlutut di samping ranjang ayahanda mereka, menangis tersedu-sedu.

    “Oh, Ayahanda, kasihanilah saya Miao Shu. Saya masih memiliki anak yang masih kecil-kecil dan mereka masih membutuhkan saya untuk membesarkan mereka.”

    Tak lama berselang, Miao Yin menyusul dengan kalimat bernada serupa. Kali ini tangisnya lebih deras. tiba-tiba Miao Shan menengahi, dengan bijak ia berkata. ”Kalau begitu biarkan daging dan bola mata saya saja yang dikorbankan untuk kesembuhan Baginda.” Saat itu kedua kakaknya belum menyadari yang dihadapan mereka adalah adik bungsunya Miao Shan, oleh karena dandanannya yang sederhana sebagai biksuni dan juga karena sekian tahun lamanya mengembara di luar.

    Setelah mengiris sekerat otot lengan dan mencongkel bola matanya sendiri dengan belati tanpa rasa takut, dengan tenang serta penuh keikhlasan, ia memberikan bagian-bagian tubuhnya itu untuk campuran ramuan obat untuk ayah ibunya. 

    Saat mengaduk-aduk ramuan obat itu, terjadi keajaiban. Ramuan obat itu memancarkan harum wangi dupa dan memenuhi seluruh penjuru istana.

    Raja Miao Zhuang setelah meminum “obat mujarab” tersebut sembuh seketika dan matanya dapat melihat kembali. Atas jasanya, Raja menanyakan apa yang diinginkan oleh Miao Shan yang masih belum dikenali oleh mereka. “Hamba tidak menginginkan bayaran apapun, hamba hanya berbuat baik untuk menyebarkan dharma dan ajaran sang Buddha.” Demikian kata Miao Shan.

    “Minimal apa ada permintaan biksuni agar kami tidak merasa terlalu sungkan karena tidak memberikan apa-apa.” Kata Sang Raja.

    Terdiam sejenak, kemudian Miao Shan melanjutkan. “Hamba sudah lama kehilangan ayah dan ibu, bolehkan hamba memeluk Baginda dan Permaisuri sehingga kerinduan akan ayah-ibu bisa terobati?”

    “Ha? Sesederhana itu? Kenapa tidak boleh… silahkan.” Sahut sang Raja.

    Miao Shan menunduk dan menghampiri ayah bundanya itu, setelah bersujud di pelukan Raja ia kemudian berpindah ke pelukan permaisuri dengan air mata berlinang dan suara isak tangis. “Ibu, maafkan anak yang tidak berbakti” demikian Miao Shan berbisik. 

    Karena jarak dekat, permaisuri baru menyadari kalau itu adalah putri bungsunya yang telah diusir dari istana akibat konspirasi pejabat yang tidak setia. 

    Raja yang kaget dan senang bukan kepalang memeluk tubuh putri bungsunya itu dengan airmata berlinang.

    Sejak itulah kebajikan dan keluhuran budi Miao Shan menjadi legenda di tanah Tiongkok. Ia menggugah ketulusan tanpa pamrih, pengorbanan tanpa batas, sifat welas asih yang tiada tara, dan masih banyak lagi kemuliaan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

    Setelah peristiwa fenomenal tersebut, Miao Shan tetap bertekad melanjutkan pertapaannya dengan menjadi biksuni sepanjang hidup dan pengabdiannya. 

    Meski berat hati, tapi Raja Miao Zhung dan permaisurinya merelakan putri bungsunya tersebut, memaklumi niatnya untuk mengabdi bagi kemanusiaan.

    Untuk mengenang putri bungsunya tersebut, Raja Miao Zhung memerintahkan pekerja seni rupa terbaik di negerinya membuat patung berwujud putri Miao Shan dan mendirikan vihara Dewi Kwan Im pertama diPho To San "Putri saya, Miao Shan, ibarat memiliki seribu tangan untuk membantu sesama dengan tulus serta ikhlas, dan seribu mata yang peka melihat penderitaan rakyat jelata!” demikian kata Raja Miao Zhuang dalam nada bangga, yang ternyata salah ditanggapi oleh para pemahat arca istana. Arca rampung dengan memiliki simbolisasi seribu tangan dan seribu mata. 

    Itulah awal ihwal Miao Shan yang melegenda menjadi Qian Shou Guan Yin (Dewi Kwan Im Seribu Tangan).

    Dikisahkan ketika Miao Shan berhasil mencapai pencerahan menjadi Buddha, saat hendak memasuki gerbang Nirwana, ia mendengar banyak tangisan penderitaan dari alam manusia di bawah. 

    Ia kemudian membatalkan memasuki Nirwana dan memilih berada di alam manusia untuk membantu setiap makhluk hidup, karena masih mendengar tangisan penderitaan manusia. 

    Ia senantiasa menyingkirkan segala macam penderitaan dan menumbuhkan kebahagiaan dengan mewujudkan permintaan kesejahteraan kaum papa.

    Turun temurun masyarakat Tionghoa sangat menghormati Dewi Kwan Im. 

    Hampir di setiap rumah penganut Konfusiunisme dan klenteng-klentengpasti memiliki rupam atau diorama puja untuk mengenang jasa dan kebaikanNya.

    Legenda Miao Shan

    Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM.

    Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga) orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan).

    Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhikuni diKlenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).

    Kematian dan di alam baka

    Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya. 

    Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri.

    Setelah kematiannya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. 

    Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga.

    Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarnya. 

    Begitu bangkit dari kematiannya, Buddha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. 

    Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Buddha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.

    Menyelamatkan raja

    Sembilan tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal. 

    Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat.

    Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahnya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. 

    Karena rasa bhaktinya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong. Pada saat akan menolong ayahnya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahnya diserbu setan-setan kelaparan. 

    Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan.

    Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Buddha. 

    Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tangannya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan.

    Buddha O Mi To Hud (amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu Mata, sehingga beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia. 

    Buddha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, juga merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahnya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. 

    Lalu Ji Lay Hud memberinya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya, Buddha O Mi To Hud (Amitabha)

    Kwan Im, Dewi Tangan seribu

    Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, beliau menggunakan kesaktiannya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis.

    Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, diantaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping.

    Pelantikan

    Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. 

    Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”. 

    Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya.

    Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik. 

    Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama aslinya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah.

    Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasinya.

    Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridnya dengan panggilan Shan Cai. 

    Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah satu pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilannya memang mirip dengan Ang Hay Jie. 

    Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduanya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakinya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.

    Legenda Puteri Miao Shan

    Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak - kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. 

    Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). 

    Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”.

    Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadanya. 

    Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. 

    Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik.

    Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya.

    Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridnya dengan panggilan Shan Cai. 

    Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah satu  pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilannya memang mirip dengan Ang Hay Jie. 

    Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduanya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakinya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.

    Berikut adalah 20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im :
    1. Jika orang lain membuatmu susah, anggaplah itu tumpukan rejeki.
    2. Mulai hari ini belajarlah menyenangkan hati orang lain.
    3. Jika kamu merasa pahit dalam hidupmu dengan suatu tujuan, itulah bahagia.
    4. Lari dan berlarilah untuk mengejar hari esok.
    5. Setiap hari kamu sudah harus merasa puas dengan apa yang kamu miliki saat ini.
    6. Setiapkali ada orang memberimu 1 kebaikan, kamu harus mengembalikannya 10 kali lipat.
    7. Nilailah kebaikan orang lain kepadamu, tetapi hapuskanlah jasa yang pernah kamu berikan pada orang lain.
    8. Dalam keadaan benar kamu difitnah, dipersalahkan dan dihukum, maka kamu akan mendapatkan pahala.
    9. Dalam keadaan salah kamu dipuji dan dibenarkan, itu merupakan hukuman.
    10. Orang yang benar kita bela tetapi yang salah kita beri nasihat.
    11. Jika perbuatan kamu benar, kamu difitnah dan dipersalahkan, tapi kamu menerimanya, maka akan datang kepadamu rezeki yang berlimpah-ruah.
    12. Jangan selalu melihat / mengecam kesalahan orang lain, tetapi selalu melihat diri sendiri itulah kebenaran.
    13. Orang yang baik diajak bergaul, tetapi yang jahat dikasihani.
    14. Kalau wajahmu senyum hatimu senang, pasti kamu akan aku terima.
    15. 2 orang saling mengakui kesalahan masing2, maka 2 orang itu akan bersahabat sepanjang masa.
    16. Saling salah menyalahkan, maka akan mengakibatkan putus hubungan.
    17. Kalau kamu rela dan tulus menolong orang yang dalam keadaan susah, maka jangan sampai diketahui bahwa kamu sebagai penolongnya.
    18. Jangan membicarakan sedikitpun kejelekan orang lain dibelakangnya, sebab kamu akan dinilai jelek oleh si pendengar.
    19. Kalau kamu mengetahui seseorang berbuat salah, maka tegurlah langsung dengan kata2 yang lemah lembut hingga orang itu insaf.
    20. Doa dan sembah sujudmu akan aku terima, apabila kamu bisa sabar dan menuruti jalan Ku.
    Catatan¹ : Terdapat perbedaan pada visualisasi (ciri fisik) dari Dewi Kwan Im, yang dibedakan menurut versi Buddhisme dan versi Taoisme, Pada versi Taoisme, Dewi Kwan Im divisualisasikan berusia 20-an atau 30-an tahun (lebih muda dari versi Buddhisme).

    This article originally appeared in : Serba Serbi Lengkap Dewi Kwan Im Dari berbagai sumbet


    READ MORE - Serba Serbi Lengkap Dewi Kwan Im
    Abraham Lincoln Accident Acting Adele Adolf Hitler Ahok Air Susu Ibu Aisha Gaddafi Albert Einstein Alicia Keys Alien Amanda Knox American Idol Amitabh Bachchan Amy Winehouse Angelina Jolie Animal Anna Chapman Anti Islam Apple Archeology Arnold Schwarzenegger Artist Aung San Suu Kyi Autism Avatar Ayman Al-Zawahri Barack Obama Bencana Alam Berpelukan Beyonce Bill Gates Biography Blake Fielder Blog Bollywood Bon Jovi Brad Pitt Britney Spears Brittany Murphy Broadway Bruce Willis Bryan Adams Buah - Buahan Budaya Buruh Cameron Diaz Carla Bruni Celebration Celebrity Cell Phone Charlie Sheen Cheryl Cole Christina Aguilera Christopher Tierney Computer Conspiracy Covid-19 Credit Card Criminal Cristiano Ronaldo David Cameron David Walliams Demi Moore Depression Diet Dinosaurs Disaster Discovery Disease Donald Trump Dosa Economic Elin Nordegren Elton John Elvis Presley Evolution Facebook Famous Farrah Fawcett Fashion Fenomena Fidel Castro Film Finance Fisikologi Anak Frank Sinatra Games Gary Lineker Global Warming Grammy Awards Guns N' Roses Haji Halle Berry Harry Potter Health Helen Mirren Helena Christensen History Hoaxes Holiday Hollywood Home Hong Kong Hugo Chavez Humanity Humor Ibadah Ibadah Ramadhan iChildren Indonesia Innocence of Muslims Insomnia Insurance Internet Irina Shayk Isaac Newton James Franco Jane Fonda Janet Jackson Javier Bardem Jennifer Aniston Jennifer Lopez Jermaine Jackson Jesus Jewelry Jhon Terry Joaquin Phoenix John Lennon John Prescott Jokowi Journalism Julia Roberts Justin Bieber Karina Smirnoff Kate Middleton Katherine Heigl Katy Perry Kehamilan Kendra Wilkinson Kesehatan Payudara Kesehatan Rambut Kiamat Kim Kardashian King Abdullah King Abdullah II King Salman Kiyai Korupsi Indonesia Kriminal Kristen Stewar Lady Diana Lady GaGa Law Lee DeWyze Legend Leonardo DiCaprio Lifestyle Lily Allen Lindsay Lohan Lionel Messi Madonna Margaret Thatcher Mariah Carey Marilyn Monroe Mario Balotelli Mark Zuckerberg Marriage Mel Gibson Michael Jackson Michelle Obama Mick Foley Mick Jagger Mike Tyson Miley Cyrus Miranda Kerr Miss Universe Mistery Mitos dan Fakta Moammar Gadhafi Modelling Moments Mona Lisa Money Mothers Music Mystery Naomi Watts Nelly Furtado News Nia Sanchez Nicolas Cage No Smoking Nuclear Obat - Obatan Olivia Newton-John's Oprah Winfrey Orang Kantoran Orde Baru Osama bin Laden Oscars Pamela Anderson Pandemi Parent Paris Hilton Pasangan Hidup Patricia Neal Paul McCartney Pejabat Pendidikan Penelope Cruz Performers Permainan Anak Personality Photo Pippa Middleton Pisikologi Remaja PNNU Politics Pollution Pope Prabowo Presiden Prince Charles Prince Felipe Prince George Prince Harry Prince Philip Prince Salman Prince William Princess Princess Diana Princess Lilian Princess Victoria Producer Produk Kecantikan Queen Elizabeth Queen Helen Recep Tayyip Erdoğan Relationships Religion Resolusi Jihad Ri Sul-Ju Ricky Martin Rihanna Rokok Rolling Stone Royal Baby Royal Family Salma Hayek Sandra Bullock Sarah Palin Scandal Science Scientists Selena Gomez Sepak Bola Serena Williams Shah Rukh Khan Sharon Stone Simon Cowell Soekarno Songwriter Sophie Reade Space Spiritual Sport Storm Stress Suami Isteri Super Bowl Sylvester Stallone Taylor Swift's Technology Television Tentara Teroris Tiger Woods Tips and Tricks Tips Kesehatan Tips Komputer Tips Pria TKR TNU Tom Cruise Tony Curtis Top 10 Travel Vaksinasi Van Halen Vatican Victoria Beckham Virus Wag Wedding Whitney Houston Woman Woody Allen World World Cup Yahudi Yoga Zsa Zsa Gabor