Mengenal Jaringan ‘Debt Collector’ di Jakarta - Istilah Debt Collector (DC) atau penagih hutang akrab ditelinga kita, tapi banyak yang belum sadar bahwa hampir semua Bank di Jakarta menggunakan jasa para Debt Collector (DC) itu yang nota bene terdiri para preman.
Ada kolaborasi antara kalangan perbankan dengan preman Debt Collector (DC) ini yang terdiri atas beberapa jaringan dan dikendalikan internal security dari masing masing Bank.
Di Citibank, jaringan Debt Collector (DC) ini didominasi para pemuda asal Nusa Tenggara Timur dan Maluku dan sebagian kecil dari daerah lainnya.
Di Bank Mandiri, BNI 46, BCA dan sejumlah Bank swasta lainnya juga dikuasai para Debt Collector (DC) asal NTT dan Maluku. Yang lainnya dari Banten, Makassar dan Malang (Jatim).
Para Debt Collector (DC) ini ada yang terikat kerja dengan Bank tertentu tapi ada juga yang freelance (tidak terikat) dan hanya menunggu order.
Menghadapi para penunggak kredit perbankan, cara kerja mereka antara lain obyek yang akan didatangi di telepon dulu. Biasanya mereka telah memiliki nomor telepon rumah. Pada tahap ini mulai ada ancaman bila si penunggak kredit tidak memberikan respons yang memadai.
Sering juga para Debt Collector (DC) itu mendatangi rumah sasaran tanpa menelpon lebih dahulu dan langsung mengintimidasinya. Mereka lantas” main hakim sendiri” menyita apa saja untuk dijadikan jaminan.
Ulah preman seperti inilah yang disoroti pakar hukum bahwa persoalan yang masuk lingkup Perdata dikondisikan para Debt Collector (DC) menjadi masalah Pidana.
Belakangan, perilaku preman Debt Collector (DC) itu mulai menyimpang. Misalnya seperti yang sering kita baca di koran, ada penunggak yang secara teratur tiap bulan mencicil kreditnya. Tapi diluar dugaan dia didatangi dan diancam Debt Collector (DC).
Kejadian semacam ini lahir dari kolaborasi “orang dalam” Bank dengan Debt Collector (DC). Dengan demikian kitapun bertanya, apakah data Bank menyangkut kreditornya yang sangat rahasia itu bisa bocor ke preman Debt Collector (DC)?
Para Bankir perlu tahu bahwa rata-rata para Debt Collector (DC) itu berpendidikan pas pasan dan kurang cerdas. Makanya solusi yang ditempuhnya dilapangan bukan dengan menggunakan otak tapi otot.
Pelihara Preman
Kematian seorang politisi nasabah Citibank baru baru ini karena dianiaya Debt Collector (DC), membuka pikiran kita betapa perbankan kita dengan dukungan Bank Indonesia telah ikut secara indirect menumbuh-kembangkan dunia premanisme di tanah air.
Apapun dalihnya, mempekerjakan preman untuk satu tujuan yang berimplikasi kekerasan adalah melanggar hukum dan HAM.
Angka pengangguran di Indonesia saat ini sangat tinggi. Kalau Debt Collector (DC) itu dianggap suatu profesi maka siapun yang ingin bekerja disini –kalau dia orang baik-baik– siap merubah mentalnya menjadi preman.
Atau dengan kalimat lain dapat juga disebut, suburnya premanisme itu karena ada juga kontribusi kalangan perbankan.
Kalau itu dikaitkan dengan tugas Polri sebagai pengemban keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegak hukum, maka logika kita menjadi terbalik balik. Perbankan menyuburkan premanisme, Polri memberantasnya
This article originally appeared in : Inilah Jaringan ‘Debt Collector’ di Jakarta | Kompasiana.com | HL | 04 April 2011 | 00:06
No comments:
Post a Comment