Muslim Sejati Antigolput - Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (59) Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS An-nisa:58-59).
Ayat di atas mengajarkan konsepsi kepemimpinan dalam Islam dan menjadi pedoman bagi muslim bahwa kepemimpinan adalah suata amanah yang harus dijalankan sebaik mungkin dan penting juga bagi masyarakat untuk memilih orang-orang yang bisa memegang amanah.
Berdasarkan ayat di atas maka kita punya kewajiban untuk memilih orang-orang yang amanah yang saat ini sudah dicalegkan oleh partai-partai politik.
Dengan katan lain, momentum Pemilu Legislatif 9 April 2014 adalah saatnya bagi muslim untuk menggunakan hak suaranya. Tidak golput dan antigolput .
Setidaknya ada beberapa alasan mengapa tidak boleh golput yang penulis sepakati dari beliau diantaranya Pertama, suara golputer itu, realitasnya, tidak dapat menjadi solusi dan tidak punyai pengaruh apapun untuk kebaikan negeri ini.
Hingga kini, golput tidak ada legalitasnya yang mampu menuntut sah atau tidaknya hasil pemilu. Golput juga tidak bisa menurunkan atau mengangkat seorang presiden atau kepala daerah terpilih.
Kedua, golput itu umumnya bukan dari pemikiran rasional tapi emosional. Biasanya mereka yang golput itu akibat rasa kecewaan, pesimis, putus asa dan apatis terhadap keadaan negeri ini.
Bahkan, apatis (tidak peduli) bila negara dan bangsa ini dikuasai/dijarah oleh para penjahat.
Ketiga, dengan sistem dan peraturan UU Pemilu yang ada, salah satu yang diinginkan para koruptor itu adalah: semakin banyak anggota masyarakat yang memutuskan untuk golput, agar mereka lebih mudah menjadi anggota dewan dengan money politic.
Keempat, sikap golput ini akan makin berbahaya jika yang golput adalah orang-orang salih dan baik. Sebab, ketidaksertaan mereka dalam pemilu akan menambah sedikit dukungan untuk orang baik-baik di panggung kekuasaan.
Jika orang-orang baik itu semakin sedikit, maka peluang para koruptor dan penjahat akan semakin mudah melenggang kepanggung kekuasaan.
Misalnya, jika anggota dewan itu seharusnya 500 orang, maka kalau jumlah orang baik-baik hanya 100 orang, secara otomatis orang tidak baik itu menjadi 400 orang.
Kelima, jika alasan golput karena sistem yang ada sekarang tidak sesuai dengan ajaran Islam, justru peluang untuk mengubah undang-undang itu ada di parlemen dan panggung kekuasaan.
Jika kita menginginkan aturan di negeri ini bersumber dari ajaran Islam, maka orang-orang yang pro dengan syariat Islam harus mengubahnya.
Tempat mengubahnya itu bukan di jalanan tapi di dalam gedung parlemen. Jika umat Islam ingin mendirikan tempat ibadah, maka yang mengeluarkan IMB-nya itu kepala daerah.
Tuntutan 1.000 orang di jalanan, bisa dimentahkan oleh keputusan hanya seorang kepala daerah. Untuk menjadi kepala daerah atau presiden tidak bisa ditempuh dengan golput.
Golput Juga Bukan Jawaban
Dalam Islam dijelaskan bahwa setiap sikap (pilihan) akan dimintai pertanggungjawaban termasuk memilih untuk merelakan kepemimpinan umat ke tangan para durjana.
Jadi alih-alih melakukan perlawanan, mereka yang golput malah harus mengikuti apapun kebijakan dari orang-orang yang mereka biarkan untuk menang dalam pemilu walaupun yang mereka biarkan menang itu adalah orang setingkat Firaun atau pemimpin keji dan anti Islam lainnya sekalipun.
Selain itu, kita juga harus pikir-pikir jika memutuskan ingin golput sebab ada lima hal yang harus kita pertimbangkan.
Pikir-pikir lebih jauh, akan ada juga keuntungan untuk partai atau kelompok dengan agenda de islamisasi atau Islam phobia.
Dengan besarnya golput terutama dari muslim Indonesia maka dapat: Pertama, mengurangi keterwakilan muslim dalam pengambilan kebijakan.
Kedua, mengurangi peran-peran muslim dalam kehidupan berbangsa secara umum. Ketiga, mempreteli satu demi satu regulasi bernafaskan syariah. Keempat, memudahkan jalan melemparkan Islam dari ranah publik.
Meminjam tulisan dari situs berita itu jika dihitung risiko golput itu mengancam bangsa khususnya muslim dari 222 juta rakyat (menurut sensus 2006) = 170 juta pemilih.
Data dari persentase golput pilkada lalu, terlihat daerah-daerah yang mayoritas penduduknya muslim ternyata memiliki angka golput yang tinggi, rata-rata 40 persen, sedangkan daerah yang mayoritas non muslim seperti Bali, NTT, Maluku, dan Papua malah memiliki angka golput yang rendah dengan rata-rata 20 persen.
Hal ini terkait dengan isu keterwakilan muslim dan juga agenda-agenda lainnya. Nah, terlepas dari angka-angka statistik muncul lagi pertanyaan, kalau mereka terpilih karena kita melihat karena baiknya tapi nanti korupsi bagaimana? Itu perkara lain, yang jelas kita sudah berijtihad untuk memilih dan melepaskan tanggung jawab kita.
Raja Dachroni, Mahasiswa Magister Ilmu Politik Unri
This article originally appeared in : Muslim Antigolput | Riaupos.co | Oleh: Raja Dachroni | 28 Maret 2014 - 09.05 WIB
No comments:
Post a Comment