Setiap tahun, kita pasti akan mendapati anak-anak didik baru. Diantara anak didik tersebut, pasti ada yang pemberani, dan ada yang pemalu. Ada anak pemalu yang tidak mau masuk kelas kalau tidak ditemeni orang tuanya, dan ada pula anak pemalu yang tidak mau ngomong di dalam kelas dan tidak mau aktif di dalam kelas.
Bagaimana menghadapi anak seperti ini? Bagaimana menumbuhkan sikap percaya diri kepada anak sehingga mau menjadi anak pemberani seperti teman-temannya yang lain?
Untuk membahas hal ini, saya akan memberikan contoh salah satu kasus yang pernah dihadapi oleh Bunda Annisa Kurniati. Beliau adalah salah satu dosen di Universitas Karimun, Bunda Annisa pernah menghadapi kasus dimana salah satu siswa barunya tidak mau masuk kelas bila tidak ada Mama di sampingnya.
Dalam menghadapi kasus ini, Bunda Annisa memiliki prinsip untuk tidak memperbolehkan anak ditemeni orang tua di dalam kelas, dengan alasan agar anak bisa belajar mandiri. Selain itu, Bunda Annisa juga tidak ingin melukai perasaan sang anak, yang akan mengakibatkan perasaan sakit hati atau dendam di dalam diri sang anak. Maka Bunda Annisa pun memiliki trik tersendiri untuk bisa “memisahkan” sang Mama dengan anak didiknya. Trik tersebut memang sangat membutuhkan kesabaran dan ketekunan, karena prosesnya tidaklah instan namun cenderung “perlahan-lahan”. Yang dilakukan Bunda Annisa adalah dengan meminta orang tua menemani anak didik masuk ke dalam kelas dan duduk di samping sang anak pada hari pertama. Tujuannya adalah agar anak bisa menyesuaikan diri terlebih dahulu dengan keadaan di kelas, teman-teman baru, dan tentu saja guru-guru baru. Pada hari kedua, orang tua “jaga jarak” dengan sang anak. Dari hari ke hari, jarak anak dengan orang tua semakin menjaduh.
Hal ini dilakukan agar anak bisa lebih akrab dengan teman-temannya dan bisa lebih mandiri dalam melakukan sesuatu, tanpa melukai perasaan sang anak. Beberapa hari kemudian, orang tua berada di luar namun berposisi di dekat jendela kelas, sehingga anak masih tetap bisa melihat sang Mama yang setia menunggunya. Dalam proses menjauh tersebut, sesekali anak pasti akan menghadap ke belakang dan berusaha mencari keberadaan sang Mama.
Dan saat anak didik menatap sang Mama, sebaiknya orang tua memuji sang anak atau cukup memberikan “jempol” kepada sang anak. Oh iya, Bunda Annisa juga memberikan semacam puisi kepada anak didiknya yang masih baru, yang isinya adalah doa dan motivasi kepada anak untuk tidak terlalu “bergantung “ pada sang Mama. Puisinya demikian,
” Bunda selalu ada menemaniku walau berada dirumah tak disampingku bunda menemani dengan do'anya dan aku aman dan nyaman bersama guru dan kawan-kawanku karena merekapun sayang padaku.”
Nah… Setelah sang anak sudah terbiasa duduk sendiri, barulah peraturan bahwa orang tua hanya boleh menunggu di ruang tunggu diberlakukan.
Terkadang mungkin kita akan menghadapi orang tua yang kurang memahami pentingnya belajar di kelas tanpa ditemani orang tua. Orang tua tersebut biasanya berusaha mencurahkan kasih sayang kepada anaknya, dan tidak mau anaknya bersedih saat ditinggalkan di dalam kelas. Hal tersebut sangat tidak disarankan di dalam Pendidikan Anak Usia Dini.
Karena walaubagaimana pun anak harus dilatih untuk bisa hidup mandiri. Dan pelajaran tersebut akan sangat baik bila diterapkan di sekolah. Untuk mencegah hal tersebut, komunikasi antara orang tua dan guru sangat penting. Bila perlu, di awal pelajaran, sekolah mengadakan seminar yang diperuntukkan bagi orang tua dan guru.
Seminar tersebut biasanya diadakan di awal tahun ajaran dan berisikan pengenalan sekolah. Pada seminar tersebut akan di bahas segala sesuatu yang berhubungan dengan sekolah, salah satunya peraturan sekolah yang berisi larangan bagi orang tua masuk ke dalam kelas saat kegiatan belajar dan mengajar berlangsung. Beberapa hal lain yang perlu saya tambahkan di dalam proses memisahkan anak didik dari orang tua yang dikemukakan oleh Bunda Annisa adalah:
1. Mengetahui penyebabnya
Untuk mengetahui penyebab anak menjadi takut dan malu, adalah dengan mengajak anak untuk “curhat”. Penyebab utama anak pemalu di dalam kelas biasanya ada dua. Yaitu karena memang anaknya memiliki sifat pemalu, dan bisa juga karena “tidak kerasan”. Anak menjadi tidak kerasan biasanya terjadi karena mereka dipaksa oleh orang tua, dan orang tua kurang bisa memberikan informasi kepada anak tentang betapa menyenangkannya suasana di kelas. Hal ini menyebabkan anak berpikiran yang “tidak-tidak”. Bila menghadapi anak yang memang pemalu, biasanya penangannya lebih lama, karena hal ini lebih bersifat membangun karakter anak, namun bila hal ini disebabkan kesalahan persepsi anak tentang suasana kelas yang sebenarnya, yang perlu kita tekankan adalah lebih pada pengubahan persepsi anak. Walaupun demikian, cara penangannya hampir sama, namun jangka waktu “penyembuhannya” tentu akan lebih lama dan lebih intens anak yang berkarakter pemalu.
2. Pujian
Pujian ini akan sangat penting untuk memotivasi anak. Dengan pujian anak akan menjadi lebih berani mengekpresikan diri. Selain itu dengan pujian kita telah mengajarkan anak untuk selalu berpikiran positif.
3. Materi Pelajaran Menarik dan Mengasah Kemampuan Sosial
Materi pelajaran yang menarik, akan membuat anak menjadi betah berada di dalam kelas. Sebelum mereka sampai ke sekolah, mungkin bayangan mereka adalah mereka akan berada di tempat yang serius dan diajar oleh guru yang “galak”. Bila kita mengajarkan mereka materi yang menarik dan menyenangkan, segala pemiikiran negatif mereka tentang suasana kelas bisa kita ubah menjadi segala sesuatu yang positif dan fun. Dan akan lebih baik lagi bila materi yang diajarkan adalah materi pelajaran yang berhubungan dengan persahabatan dan keakraban, agar antar anak didik bisa saling mengenal satu sama lain. Biasanya materi pelajaran ini bersifat aktivitas. Di dalam aktivitas ini kita bisa “menjodohkan” mereka satu sama lainnya. Maksudnya adalah membuat mereka akrab satu sama lain. Misalnya, meminta anak menggambar dengan cara satu kertas berdua, menyanyi di depan kelas berdua-dua, menari di depan kelas berdua-dua, dan masih banyak aktivitas lain yang bisa kita pilih.
4. Nasihat tentang kemandirian
Nasihat ini tidak perlu kita tujukan kepada seoarang anak, misalnya hanya kepada anak yang pemalu. Nasihat ini kita tujukan pada semua anak yang berada di dalam kelas, agar anak-anak yang pemalu tidak merasa dihakimi. Nasihat bisa berupa puisi, seperti yang dibuat oleh Bunda Annisa. Atau bisa juga dengan mengatakan sesuatu di dalam kelas yang bersifat menasihati anak akan pentingnya bersikap mandiri.
5. Mengajarkan orang tua cara memotivasi anak.
Hal ini sangat penting dilakukan karena anak menjadi pemalu atau terkesan takut, disebabkan oleh kurangnya motivasi dari orang tua. Hal ini biasanya disebabkan karena orang tua yang terlalu sibuk, sehingga hanya memasrahkan masalah pendidikan anak kepada guru. Padahal pendidikan anak tidak hanya berhubungan dengan guru, namun juga jalinan komunikasi yang baik antara guru dan orang tua. Dan tentu saja semuanya harus dilakukan demi kebaikan sang anak. Hal terpenting yang harus dilakukan guru kepada orang tua adalah dengan mengajarkan orang tua cara memotivasi anak. Misalnya dengan membuat anak-anak gembira sebelum berangkat sekolah (tidak membuat anak sedih, takut, dan tertekan), memberikan banyak pujian kepada anak, dan masih banyak kata-kata motivasi yang lain yang menyesuaikan dengan karakter sang anak. Hal ini sangat penting untuk menghindari masalah “rumah” yang terbawa ke sekolah. Misalnya ada anak yang menjadi pemalu di kelas, karena habis dimarahin mamanya. Tentu hal ini akan lebih sulit diatasi tanpa adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan guru.
No comments:
Post a Comment