Buntut Panjang Tragedi Charlie Hebdo - Serangan teror pada tabloid satir Prancis, Charlie Hebdo tak hanya meninggalkan duka, dan kemarahan. Ramifikasi yang panjang dan serius juga muncul baik di Prancis sendiri maupun di dunia Barat dan Islam. Buntut tragedi ini ada yang memanfaatkan dan ada yang menjadi korban lanjutan.
Dampak ikutan pertama, paling tidak, adalah makin menguatnya wacana dan panggung politik bagi kelompok kanan yang cenderung xenophobic, rasialis dan anti-Islam di Eropa. Di Prancis, partai kanan dan anti Islam Fron Nasional dan tokohnya Marine Le Pen makin populer dan menguat. Le Pen dianggap orang yang paling sah bicara soal isu terorisme karena partainya mengingatkan bahaya Islam sejak lama.
Warga muslim Prancis demo kutuk serangan Charlie Hebdo. ©AFP PHOTO/JEAN PIERRE MULLER
Pasca serangan itu keanggotaan partai dikabarkan bertambah 3.000 orang. Mereka makin yakin dengan akan berhasilnya agenda-agenda poltik mereka seperti diberlakukannya kembali hukuman mati, pemberhentian aturan bebas visa kawasan Schengen dan pencabutan hak kewarganegaraan ganda.
Yang kedua, meski terdengar agak berlebihan saat ini, dampak ikutan yang bisa terjadi adalah akan munculnya Negara Orwellian, merujuk pada penulis George Orwell yang dalam novelnya "Nineteen Eighty-Four" yang menggambarkan suatu situasi masyarakat di mana keterbukaan, kebebasan dan kesejahteraan rakyat dirusak oleh rejim penguasa dengan kebijakan dan tindakan yang sangat mengontrol dengan berbagai sarana seperti propaganda, pengawasan ketat, misinformasi, penyangkalan kebenaran, dan manipulasi masa lalu.
Di Inggris, para pengkritik mengaitkan situasi itu dengan langkah PM David Cameron yang tak kalah sigap menyambar momentum ini dengan akan memberikan kekuasaan yang makin represif bagi badan-badan intelijen Inggris, MI5, MI6 dan Government Communication Headquarters (GCHQ). Selama ini badan intelijen itu menuntut diberikannya "sarana" yang tepat, kekuatan hukum dan bantuan perusahaan-perusahaan yang menguasai data dan informasi yang relevan dengan terorisme.
Cameron telah mengajukan RUU yang dikenal sebagai "snooper's charter" yang akan memberi hak intelijen menyadap tiap komunikasi baik itu surat, telepon, penggunaan internet dan lainnya. Dalam kunjungan ke AS, (16/1) Cameron dan Obama menyepakati peningkatan kerjasama pemberantasan terorisme.
Demikian juga di di Belgia yang tiba-tiba saja terjadi operasi penumpasan terhadap teroris (15/1) di Kota Verviers, Belgia bagian timur yang berbatasan dengan Jerman di mana dua orang tewas dalam sebuah operasi anti-terorisme. Korban oleh aparat keamanan disebutkan hendak melancarkan serangan teroris di Belgia.
Operasi ini disebut sebagai bagian dari operasi lebih besar dengan sasaran-sasaran orang-orang militan di sedikitnya lima kota di Belgia. Korban juga "diyakini" memiliki hubungan dengan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Ketiga adalah bahaya laten benturan peradaban seperti narasi yang dibangun oleh Samuel Huntington, apabila api dalam sekam ini terus dikipasi. Dalam kaitan ini wajar bila muncul kritik atas langkah Pemerintahan Prancis yang atas nama perlindungan hak /kebebasan berpendapat, turut membiayai edisi terkini Charlie Hebdo yang lagi-lagi berisi provokasi anti-Muslim dengan gambar karikatural Nabi Muhammad SAW pada sampulnya.
Apa mau dikata korban sudah jatuh. Setidaknya tiga orang tewas dan enam gereja diserang di Niger dalam serangan memprotes diterbitkannya kembali majalah Charlie Hebdo, Ahad (18/1). Protes dimulai di masjid besar Niamney dan menyebar ke beberapa wilayah lain di Niger. Ribuan muslim juga telah berdemo di Yaman, Pakistan, Turki, Lebanon, Yordania dan Nigeria.
Perlindungan kebebasan berpendapat adalah keniscayaan dalam masyarakat demokratis, namun apabila ia dijalankan dengan sikap tak terukur mengorbankan toleransi dan penghargaan akan perbedaan, lumrah saja bila ia dinilai sebagai kemunafikan. Paus Fransiskus sendiri menyatakan kebebasan berpendapat ada batasnya kala ia terkait dengan penghinaan agama.
Dunia Islam memang sudah bersuara, namun ia harus terus bekerja keras menyelesaikan masalah kesenjangan persepsi meski itu barangkali bukan karena kesalahan mereka sendiri. Dialog dan keterbukaan harus makin ditawarkan dan ditunjukkan dan jangan memberikan kesempatan pada kaum necrophilia yang menyukai kematian dan kehancuran.
This article originally appeared in : Buntut Charlie Hebdo | merdeka.com | Reporter : Mudzakir Amdjad | Minggu, 18 Januari 2015 17:28
No comments:
Post a Comment